Kerusakan yang Ada di Hari Valentine
**Pindahan dari Blog SebeLumnya**
Kerusakan Pertama: Merayakan Valentine Berarti Meniru-niru Orang Kafir
Agama Islam
telah melarang kita meniru-niru orang kafir (baca: tasyabbuh). Larangan
ini terdapat dalam berbagai ayat, juga dapat ditemukan dalam beberapa
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hal ini juga
merupakan kesepakatan para ulama (baca: ijma’). Inilah yang disebutkan
oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab beliau Iqtidho’ Ash Shiroth Al Mustaqim (Ta’liq: Dr. Nashir bin ‘Abdil Karim Al ‘Aql, terbitan Wizarotusy Syu’un Al Islamiyah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar kita menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبُغُونَ ، فَخَالِفُوهُمْ
“Sesungguhnya orang Yahudi dan Nashrani tidak mau merubah uban, maka selisihlah mereka.”(HR.
Bukhari no. 3462 dan Muslim no. 2103) Hadits ini menunjukkan kepada
kita agar menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani secara umum dan di
antara bentuk menyelisihi mereka adalah dalam masalah uban. (Iqtidho’, 1/185)
Dalam hadits lain, Rasulullah menjelaskan secara umum supaya kita tidak meniru-niru orang kafir. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ [hal.
1/269] mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaiman dalam Irwa’ul Gholil no.
1269). Telah jelas di muka bahwa hari Valentine adalah perayaan
paganisme, lalu diadopsi menjadi ritual agama Nashrani. Merayakannya
berarti telah meniru-niru mereka.
Kerusakan Kedua: Menghadiri Perayaan Orang Kafir Bukan Ciri Orang Beriman
Allah Ta’ala
sendiri telah mencirikan sifat orang-orang beriman. Mereka adalah
orang-orang yang tidak menghadiri ritual atau perayaan orang-orang
musyrik dan ini berarti tidak boleh umat Islam merayakan perayaan agama
lain semacam valentine. Semoga ayat berikut bisa menjadi renungan bagi
kita semua.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan
orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka
bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang
tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon [25]: 72)
Ibnul Jauziy dalam Zaadul Maysir mengatakan
bahwa ada 8 pendapat mengenai makna kalimat “tidak menyaksikan
perbuatan zur”, pendapat yang ada ini tidaklah saling bertentangan
karena pendapat-pendapat tersebut hanya menyampaikan macam-macam
perbuatan zur. Di antara pendapat yang ada mengatakan bahwa “tidak
menyaksikan perbuatan zur” adalah tidak menghadiri perayaan orang
musyrik. Inilah yang dikatakan oleh Ar Robi’ bin Anas.
Jadi, ayat di
atas adalah pujian untuk orang yang tidak menghadiri perayaan orang
musyrik. Jika tidak menghadiri perayaan tersebut adalah suatu hal yang
terpuji, maka ini berarti melakukan perayaan tersebut adalah perbuatan
yang sangat tercela dan termasuk ‘aib (Lihat Iqtidho’, 1/483).
Jadi, merayakan Valentine’s Day bukanlah ciri orang beriman karena
jelas-jelas hari tersebut bukanlah hari raya umat Islam.
Kerusakan Ketiga: Mengagungkan Sang Pejuang Cinta Akan Berkumpul Bersamanya di Hari Kiamat Nanti
Jika orang mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keutamaan berikut ini.
Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَتَّى السَّاعَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
مَا أَعْدَدْتَ لَهَا
“Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”
Orang tersebut menjawab,
مَا أَعْدَدْتُ لَهَا مِنْ كَثِيرِ صَلاَةٍ وَلاَ صَوْمٍ وَلاَ صَدَقَةٍ ، وَلَكِنِّى أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Aku
tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak
shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan
adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain di Shohih Bukhari, Anas mengatakan,
فَمَا فَرِحْنَا
بِشَىْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – « أَنْتَ
مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ » . قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ – صلى
الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ
مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ
أَعْمَالِهِمْ
“Kami
tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika
mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man
ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”
Anas pun mengatakan,
فَأَنَا أُحِبُّ
النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو
أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ
بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ
“Kalau
begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan
‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada
mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.”
Bandingkan,
bagaimana jika yang dicintai dan diagungkan adalah seorang tokoh
Nashrani yang dianggap sebagai pembela dan pejuang cinta di saat raja
melarang menikahkan para pemuda. Valentine-lah sebagai pahlawan dan
pejuang ketika itu. Lihatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas: “Kalau
begitu engkau bersama dengan orang yang engkau cintai”. Jika Anda
seorang muslim, manakah yang Anda pilih, dikumpulkan bersama orang-orang
sholeh ataukah bersama tokoh Nashrani yang jelas-jelas kafir?
Siapa yang mau
dikumpulkan di hari kiamat bersama dengan orang-orang kafir[?] Semoga
menjadi bahan renungan bagi Anda, wahai para pengagum Valentine!
Kerusakan Keempat: Ucapan Selamat Berakibat Terjerumus Dalam Kesyirikan dan Maksiat
“Valentine”
sebenarnya berasal dari bahasa Latin yang berarti: “Yang Maha Perkasa,
Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod
dan Lupercus, tuhan orang Romawi. (Dari berbagai sumber)
Oleh karena itu
disadari atau tidak, jika kita meminta orang menjadi “To be my
valentine (Jadilah valentineku)”, berarti sama dengan kita meminta orang
menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan
yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya
pemujaan kepada berhala.
Kami pun telah
kemukakan di awal bahwa hari valentine jelas-jelas adalah perayaan
nashrani, bahkan semula adalah ritual paganisme. Oleh karena itu,
mengucapkan selamat hari kasih sayang atau ucapan selamat dalam hari
raya orang kafir lainnya adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan
kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini
dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah (1/441,Asy Syamilah). Beliau rahimahullah mengatakan,
“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus
bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal atau selamat
hari valentine, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’
(kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat
pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini
adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari
besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini
bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara
yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama
saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada
salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah.
Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang
memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh
jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.”
Kerusakan Kelima: Hari Kasih Sayang Menjadi Hari Semangat Berzina
Perayaan
Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran. Kalau di masa
Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat,
kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari
agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas
muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan,
bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua
dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.
Dalam semangat hari Valentine itu,
ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan
agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman,
bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu
menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang. Na’udzu billah min dzalik.
Padahal mendekati zina saja haram, apalagi melakukannya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’ [17]: 32)
Dalam Tafsir
Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras daripada
perkataan ‘Janganlah melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati
zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih
terlarang.
Kerusakan Keenam: Meniru Perbuatan Setan
Menjelang hari
Valentine-lah berbagai ragam coklat, bunga, hadiah, kado dan souvenir
laku keras. Berapa banyak duit yang dihambur-hamburkan ketika itu.
Padahal sebenarnya harta tersebut masih bisa dibelanjakan untuk
keperluan lain yang lebih bermanfaat atau malah bisa disedekahkan pada
orang yang membutuhkan agar berbuah pahala. Namun, hawa nafsu
berkehendak lain. Perbuatan setan lebih senang untuk diikuti daripada
hal lainnya. Itulah pemborosan yang dilakukan ketika itu mungkin bisa
bermilyar-milyar rupiah dihabiskan ketika itu oleh seluruh penduduk
Indonesia, hanya demi merayakan hari Valentine. Tidakkah mereka
memperhatikan firman Allah,
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’ [17]: 26-27). Maksudnya adalah mereka menyerupai setan dalam hal ini. Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan,“Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar